Rabu, 19 Desember 2012

Laporan Mixing


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam sebuah industri, mesin merupakan peralatan yang sangat vital dimana mesin-mesin tersebut mmenentukan kualitas dan optimalitas suatu industri. Untuk dapat bersaing dalam pemasaran produk, dan untuk dapat memperoleh keuntungan yang layak, industri harus bekerja secara efekif dan efisien. Cara kerja demikian hanya dapat dicapai bila industri tersebut didukung oleh sistem manajemen yang baik dan juga bantuan mesin dan alat penunjang produksi yang tepat (Rizkiana dan Putra, 2012).
Proses pencampuran adalah suatu proses yang penting dilakukan dalam industri, bahkan mesin pencampur ditemukan di hampir semua industri pengolahan pangan maupun non pangan mulai dari pencampuran yang sederhana sampai pencampuran yang rumit seperti pada industri farmasi. Mesin pencampur dapat digolongkan dalam kategori mesin pengolah dalam suatu industri yang menunjang proses pengolahan bahan menjadi produk (Rizkiana dan Putra, 2012).
Pencampuran diartikan sebagai suatu proses menghimpun dan membaurkan bahan-bahan. Dalam hal ini diperlukan gaya mekanik untuk menggerakkan alat pencampur supaya pencampuran dapat berlangsung dengan baik (Lubis, 2012).
Proses pencampuran banyak dilakukan di dalam industri pangan, seperti pencampuran susu dengan coklat, tepung dengan gula, larutan gula dengan konsentrat buah-buahan, atau CO2 dengan air, dan kegiatan pencampuran melibatkan berbagai jenis alat pencampur. Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik (Wirakartakusumah, 1992 dalam Hilmawan, 2011).
Letshare (2010) menyatakan bahwa kegunaan dan aplikasi mixing ditentukan oleh fase yang akan dicampurkan (cair-cair, padat-cair, atau padat-padat) sebagaimana karakteristik fisik dari produk akhir seperti viskositas dan densitas. Adapun jenis mixer yang banyak digunakan adalah :
1.       Dry Blending
                     Ribbon blender terdiri dari palung horisontal berbentuk U dan agitator yang terbuat dari inner dan outer helical ribbon yang menggerakkan bahan pada arah yang berlawanan. Desain blender ini sangat efisien dan efektif untuk pencampuran kering seperti pencampuran cake dan muffin, tepung, sereal, teh, kopi dan campuran minuman lain termasuk minuman coklat dan minuman berenergi. Ketika produk makanan pencampuran kering, sejumlah sedikit cairan ditambahkan ke padatan dengan tujuan untuk melapisi atau mengabsorbsi warna, pembumbuan, minyak dan cairan tambahan lainnya. Bahan cair ditambahkan melalui charge port pada cover atau spray nozzle untuk aplikasi kritis.
2.   High Shear Mixers
High Shear Mixer menggunakan pemasangan rotor atau stator yang membangkitkan kebutuhan shear yang kuat untuk bahan padat murni dalam persiapan dressing, saus dan pasta. Jenis alat ini juga digunakan dalam industri makanan untuk produksi larutan sirup, emulsi dan dispersi minuman.
   3.   Ultra-High Shear Mixing (Proses Kontinyu)
                       Mempunyai kecepatan putar sampai 18000 ft/s, ultra-high shear mixer ideal untuk emulsi dan dispersi yang membutuhkan homogenizer. Aplikasinya antara lain pada saus, bumbu, dressing, konsentrat jus dan emulsi bumbu.
Kelebihan alat ini :
-  Menyederhanakan proses, mengurangi pembersihan, penjalanan, dan penyeimbangan homogenizer.
-    Menaikkan input energi dan menghasilkan ukuran dropet minyak lebih kecil.
-    Pengontrokan shear
   4. High Viscosity Batch Mixing
                       Menggunakan dual shaft dan triple shaft mixer dan digunakan pada industri makanan pada proses batch dari aplikasi dari viskositas sedang sampai viskositas tinggi seperti sirup permen, minuman, nutraceutical, saus, pasta, mentega kacang, dan lain-lain. Untuk viskositas lebih tinggi, dibutuhkan tambahan agitator untuk memperbaiki aliran bulk, mengantarkan bahan ke alat berkecepatan tinggi dan secara konstan membuang produk dari dinding vessel untuk transfer panas lebih baik.
   5. Double Planetary Mixing
Ketika viskositas produk terus naik, sistem mixing multi agitator akan secepatnya menghasilkan aliran yang dapat dikarakterisasi oleh anchor atau dengan zona suhu tunggi dekat disperser dan pemasangan rotor atau stator. Aplikasi makanan lainnya yang diproses melalui double planetary mixer termasuk sirup, gel, makanan hewan, permen, dan formula viskos lainnya.
      6. High Speed Planetary Mixing
                     Keuntungan beberapa bahan berviskositas tinggi dari hybrid planetary mixer dimana menggabungkan mixing tradisional teliti dari planetary mixer dengan menambahkan keuntungan disperser berkecepatan tinggi. Contoh aplikasi yang diproses dalam hybrid planetary mixer adalah sosis berbungkus gel, larutan getah viskos dan campuran tepung.

B.      Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui peralatan pencampuran dan sistem kerjanya.































BAB II
METODOLOGI

A.      Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah neraca analitik dan mixer (maspion MT-1140).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tepung beras sebanyak 1 kg dan tepung jagung sebanyak 1 kg.

B.      Metode Kerja


 






















                                                                                









BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil
·         Tepung beras dan jagung hasil perendaman 2 jam
Pengamatan
setiap 3 menit
Sampel
tekstur
1
Kasar, terlihat jelas tepung beras masih banyak menggumpal-gumpal
2
 Tepung beras yang menggumpal berkurang, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan besar
3
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat  tepung beras dengan ukuran gumpalan besar
4
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat  tepung beras dengan ukuran gumpalan besar
5
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan sedang
6
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan kecil
7
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan kecil
8
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan kecil
9
Terlihat semakin halus campurannya, namun masih terdapat tepung beras dengan ukuran gumpalan kecil
10
Terlihat semakin halus campurannya, namun terdapat  tepung beras
dengan ukuran gumpalan kecil

                                                                  
·         Tepung beras dan jagung hasil perendaman 4 jam
Pengamatan
Setiap 3 menit
Sampel
Tekstur
1
-
-
2
-
-
3
-
-
4
-
-
5
-
-
6
Banyak terdapat gumpalan tepung beras dalam ukuran besar dan kecil
7
Gumpalan besar berkurang
8
Gumpalan besar berkurang
9
Gumpalan besar berkurang
10
Terlihat campuran lebih merata, tidak ada gumpalan-gumpalan tepung beras

B.      Pembahasan
Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen.
Gerakan pencampuran pada mixer bahan dapat bervariasi bergantung dari jenis pengaduk / propeller yang digunakan, sehingga hasil yang didapat akan bervariasi pula. Peralatan pencampur dengan menggunakan satu pengaduk/ propeller biasanya digunakan untuk mengaduk bahan dengan viskositas rendah, sedangkan peralatan pengaduk dengan lebih dari satu propeller digunakan untuk mengaduk bahan dengan viskositas tinggi. Pada praktikum ini digunakan pengaduk dengan dua propeller dengan spesifikasi untuk mengaduk bahan dengan viskositas tinggi. Jenis propeler ini digunakan karena bahan berupa tepung beras dan jagung merupakan bahan solid dengan tingkat viskositas tinggi dan akan dengan mudah tercampur apabila diaduk dengan mixer Maspion MT-1140.
Fellows (1988) dalam Rizkiana dan Putra (2012) menyatakan bahwa derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran. Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung baik.
Sampel pencampuran dalam praktikum ini terdiri dari 2 bahan dengan dua perlakuan berbeda, yaitu perendaman 2 jam dan 4 jam. Lama perendaman akan mempengaruhi kehalusan bahan yang nantinya akan mengalami proses size reduction hingga menjadi tepung. Hal itu disebabkan karena bahan dengan kandungan air yang tinggi akan dengan mudah dapat mengalami pengecilan ukuran karena pada jaringannya banyak terdapat air akibat perendaman. Pada perendaman, bahan akan mengalami imbibisi sehingga kadar airnya naik dan teksturnya melunak.
Impeller berfungsi untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi energi kecepatan pada bahan yang dipompakan secara kontinyu, sehingga bahan  pada sisi isap secara terus menerus akan masuk mengisi kekosongan akibat perpindahan dari bahan yang masuk sebelumnya.
Semakin lama waktu pengadukan mempengaruhi tekstur dan penampilan bahan yang dicampurkan. Hal itu dapat dilihat pada sampel yang semakin lama diaduk maka akan semakin homogen campurannya.
Partikel-partikel tepung beras dan tepung jagung akan semakin banyak yang bertumbukan akibat kontak langsung dengan propeller pengaduk sehingga semakin lama teksturnya semakin homogen.
Hal-hal itu sesuai dengan apa yang disampaikan Fellows (1988) dalam Rizkiana dan Putra (2012) bahwa  derajat pencampuran yang dicapai tergantung pada :
1. Ukuran relative partikel
2. Efesiensi alat pencampur untuk komponen yang dicampur
3. Kecenderungan komponen untuk membentuk agrerat
4. Kadar air, sifat permukaan dan aliran dari masing-masing komponen.






















BAB IV
KESIMPULAN

pencampuran bertujuan untuk menghasilkan suatu campuran yang homogen. Salah satu alat yang dapat digunakan dalam proses pencampuran adalah mixer. Mixer dapat terdiri dari satu atau dua propeller, tergantung tingkat viskositas bahan yang akan dihomogenkan. Pada mixer, impeller akan menghasilkan energi mekanik yang akan mengaduk bahan sehingga homogen. Jenis-jenis pengaduk yang digunakan tergantung pada karakteristik bahan yang akan dihomogenkan.


























DAFTAR PUSTAKA

Rizkiana, Wening dan Putra, Ari Permana. 2012. Mixing Equipment. Bogor : IPB.

Lubis, Ahmad Husni. 2012. Pencampuran Bahan Kimia (MIXING PROCESS). http://ahmadhusnilubis.blogspot.com/2012/02/pencampuran-bahan-kimia-mixing-process.html diakses  pada Senin, 22 Oktober 2012 pukul 20.30 WITA.

Hilmawan, Ardi. 2011. Mixing. http://www.myspace.com/566876251/blog                                             diakses pada Senin, 22 Oktober 2012 pukul 20.45 WITA.

Letshare. 2010. Peralatan dan Aplikasi Mixing dalam Industri Makanan.          http://letshare17.blogspot.com/2010/12/peralatan-dan-aplikasi-mixing-dalam.html  diakses pada Senin, 22 Oktober 2012 pukul 21.05 WITA.


makalah pemanis sorbitol


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain-lain.
      Pemanis merupakan senyawa kimia yang ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, minuman, dan makanan kesehatan. Pemanis ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan cita rasa dan aroma. Selain itu, pemanis juga berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia. Biasanya zat pemanis memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa (Sulami, 2009 dalam Chelzea, 2011).
          Gula biasa tidak mengandung vitamin, tidak ada serat kasar, hanya sejumlah kecil mineral akan tetapi mengandung kalori 394 kkal dalam 100 gram bahan dan gula adalah sumber kalori yang miskin nilai gizinya (Fachruddin, 1998 dalam Chelzea, 2011).
          Pemanis ideal harus memiliki karakteristik berikut (Fachruddin, 1998 dalam Chelzea, 2011) :
1.    Tingkat kemanisan minimal sama dengan sukrosa
2.    Tidak berwarna
3.    Larut dalam air
4.    Komposisinya stabil
5.    Tidak beracun dan tidak membahayakan kesehatan pemakai
6.    Memiliki sifat-sifat dan fungsi lain untuk makanan dan minuman, misal sebagai penghalus tekstur kue
7.    Secara ekonomi layak
             Adapun jenis pemanis diklasifikasikan menjadi pemanis alami dan pemanis sintetis. Pemanis alami yang dikenal selama ini adalah gula. Gula berasal dari tanaman tebu atau nira. Selain itu, adapula pemanis alami dari gula buah (fruktosa), sirup glukosa, anggur (dekstrosa), dan gula susu (laktosa) (Sulami, 2009 dalam Chelzea, 2011).
Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa.Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh.
Berdasarkan proses produksi dikenal suatu jenis pemanis yaitu sintetis dan natural. Sedangkan berdasarkan fungsinya dibagi dalam dua kategori yaitu bersifat nutritif dan non-nutritif. Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh dari pemanis ini antara lain taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin. Pemanis natural dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis, contohnya sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol, dan isomalt.
Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat menghasilkan kalori atau energi sebesar 4 kalori/gram. Pemanis buatan nutritif selain memberikan rasa manis juga dapat dijadikan sumber energi untuk tubuh (Imam et al, 2012). Sedangkan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak ada.
Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk: mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Selain itu, pemanis alternatif dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes atau gula tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya.Tren saat ini menunjukkan adanya penggunaan kombinasi dua jenis pemanis untuk produk tertentu.
Kombinasi ternyata menyebabkan sinergi pada tingkat kemanisan, sehingga menguntungkan karena akan mengurangi pemakaian jumlah pemanis dan meningkatkan cita rasa produk. Pemilihan penggunaan bahan pemanis alternatif yang baik biasanya didasarkan pada sifat-sifatnya yang menyerupai sukrosa, yaitu tingkat kemanisan mendekati sukrosa, tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai cita rasa yang menyenangkan, aman dikonsumsi, mudah larut.
            Kali ini akan dibahas tentang serba-serbi sorbitol yang juga merupakan pemanis alternatif yang banyak digunakan dalam industri makanan maupun yang lainnya.

B.  Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah rumus molekul dan struktur dari pemanis sorbitol ?
2. Bagaimana  cara pembuatan pemanis sorbitol ?
3. Apa dampak positif dan negatif dari pemanis sorbitol ?

C. Tujuan
1. Mengetahui rumus molekul dan struktur pemanis sorbitol.
2. Mengetahui cara pembuatan pemanis sorbitol.
4. Mengetahui dampak positif dan negatif pemanis sorbitol.





















BAB II
PEMBAHASAN

Sorbitol pertama kali ditemukan oleh ahli kimia dari Perancis yaitu Joseph Boosingault pada tahun 1872 dari biji tanaman bunga ros. Proses hidrogenasi gulamenjadi sorbitol mulai berkembang pada tahun 1930. Pada tahun 1975 produsenutama sorbitol adalah Roguette Freres dari Perancis. Secara alami sorbitol jugadapat dihasilkan dari berbagai jenis buah. Sorbitol dinyatakan GRAS (GenerallyRecognized As Safe) atau secara umum dikenal sebagai produk yang aman oleh U.S. Food and Drug Administration dan disetujui penggunaannya oleh Uni Eropa serta banyak negara di seluruh dunia. Mencakup Australia, Austria, Kanada danJepang (Suara merdeka, 2008 dalam Utama et al, 2011).   
Sorbitol, terdapat di dalam beberapa jenis buah dan secara komersial dibuat dari glukosa. Enzim  aldosa reduktase dapat mengubah gugus aldehida (CHO) dalam glukosa menjadi alkohol (CH2OH) (Anonim, 2008).
Sorbitol banyak digunakan dalam minuman dan makanan khusus pasien diabetes, seperti minuman ringan, selai dan kue-kue. Tingkat kemanisan sorbitol hanya 60% bila dibandingkan dengan sukrosa, diabsorpsi lebih lambat dan diubah di dalam hati menjadi glukosa. Pengaruhnya terhadap kadar gula darah lebih kecil daripada sukrosa. Konsumsi lebih dari lima puluh gram sehari dapat menyebabkan diare pada pasien diabetes (Anonim, 2008).
 Sorbitol
Sorbitol (C6H14O6) berasal dari golongan gula alkohol (Almatsier, 1994 dalam Soesilo, 2005). Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Polyols dapat dibagi menjadi dua yaitu polyols asiklik dan polyols siklik. Sorbitol termasuk dalam kelompok polyols asiklik dengan enam rantai karbon (Goldberg, 1994 dalam Soesilo et al, 2005).
 Sorbitol memiliki struktur gula alkohol (poliol) dengan enam atom karbon (heksitol), merupakan bentuk tereduksi dari fruktosa. Rasa manisnya sekitar 60% dari sukrosa, dengan kalori lebih kecil dari kalori sukrosa dalam jumlah yang sama. Sukrosa menghasilkan 4 kalori per 1 gram, sedangkan sorbitol menghasilkan sekitar 2.6 kalori per 1 gram (Hnz11, 2009).
Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard) (Calorie Control Council dalam Chelzea, 2011).
Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori (Shills et al, 2006 dalam Chelzea, 2011).
Proses pembuatan sorbitol bisa dilakukan dengan berbagai cara dan bahan baku yang digunakan juga bermacam-macam, dengan kondisi operasi dankonversi yang berbeda. Macam-macam proses pembuatan sorbitol dari sirup glukosa (Utama et al, 2011):
1. Proses Reduksi Elektrolitik 
Bagian utama dari proses ini adalah ´elektrolitik cell´ yang merupakan tempat terjadinya reduksi D-glukosa menjadi sorbitol. Biasanya pada bagian ini dilengkapi dengan sumber arus yang tidak berfluktuasi. Elektroda yang dipakai adalah logam sebagai katoda dan timbal sebagai anoda, sedangkan larutan yang dipakai NaOH dan Na2SO4. Pada prinsipnya glukosa akan direduksi dengan H2 sebagai hasil proses elektrolisis. Dari proses diatas akan dihasilkan sorbitol.


2. Proses Hidrogenasi Katalitik 
Proses pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik dilakukan dengan cara mereaksikan dextrosa dan gas hirogen bertekanan tinggi dengan menggunakan katalis Raney nickel dalam reaktor, sehingga kontak yang terjadi semakin baik.

Sorbitol memiliki beberapa keunggulan dibanding gula lainnya. Sorbitol baik digunakan sebagai pemanis pengganti sukrosa karena mempunyai keuntungan, antara lain tidak bersifat kariogenik (Mahan dan Krause, 1996 dalam Soesilo, 2005).  Rasanya cukup manis namun tidak merusak gigi. Poliol pada umumnya dan sorbitol khususnya, resisten terhadap metabolisme bakteri oral yang melepaskan asam dari reaksi penguraian gula dan pati. Asam ini dapat mengerosi email / enamel gigi (Hnz11, 2009).
Selain itu juga sorbitol dapat mempertahankan kelembaban bahan makanan merupakan contoh kelebihan sorbitol dibanding sukrosa. Sorbitol cukup stabil, tidak reaktif, dan mampu bertahan dalam suhu tinggi. Sorbitol juga tidak rusak apabila dicampur dengan gula lain, gel, protein, dan minyak sayur. Karena itu sorbitol cukup banyak dipakai dalam industri makanan. Produk yang mengandung sorbitol antara lain permen bebas gula, permen karet (biasanya rasa mint), industri gula-gula konfeksi, pemanis roti dan cokelat, serta pemanis makanan beku. Penggunaan lain dari sorbitol adalah sebagai pencegah kristalisasi dalam produk makanan, karena sifatnya yang mampu mempertahankan kelembaban makanan yang cenderung mengering dan mengeras; agar bahan makanan tersebut tetap segar. Sorbitol juga sering dipakai sebagai bahan tambahan untuk obat kumur dan pasta gigi (Hnz11, 2009).
Sorbitol juga cukup aman dipakai sebagai gula pengganti pada penderita diabetes melitus, karena penyerapannya lebih lambat daripada glukosa. Penyerapan yang lambat ini otomatis akan mengurangi derajat drastisnya peningkatan glukosa darah dan respons insulin. Kalori yang rendah juga sesuai dengan target pengendalian berat badan pada pasien diabetes melitus. Untuk tujuan ini sorbitol banyak digunakan untuk membuat produk makanan rendah kalori (Hnz11, 2009).
Di luar urusan makanan, sorbitol yang dicampur dengan kalium nitrat dapat digunakan untuk bahan bakar roket amatir. Dengan proses reduksi, sorbitol dapat dijadikan bahan bakar biomassa (Hnz11, 2009).
Sorbitol cukup aman dan jarang menimbulkan efek samping. Walaupun demikian ADI (acceptable daily intake) untuk sorbitol belum ditentukan sampai sekarang. Kelebihan konsumsi sorbitol dapat menimbulkan diare osmotik. Hal ini terjadi apabila sorbitol terdapat dalam saluran cerna dalam jumlah besar (lebih dari 50 gram per hari), sehingga tekanan osmosis dalam lumen usus lebih tinggi daripada sekitarnya. Hal ini menyebabkan sejumlah besar cairan yang ada di interstisial terdorong ke lumen usus, dan terjadilah diare. Efek samping lainnya adalah sakit perut dan kembung (Hnz11, 2009).
































BAB III
PENUTUP


1.                       Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakanuntuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan.
2.                       Sorbitol merupakan salah satu pemanis buatan nutritif yang banyak digunakan.
3.                       Proses pembuatan sorbitol melalui dua cara yaitu reduksi elektrolitik dan hidrogenasi katalitik.
4.                       Sorbitol tergolong dalam kategori GRAS dan tidak berpotensi kariogenik.






















TINJAUAN PUSTAKA

Anonim. 2008. Pemanis.
diakses pada 18 Nopember 2012 pukul 19.20 WITA.

Chelzea, Verhoeven. 2011. TUGAS ILMU TEKNOLOGI PANGAN “SORBITOL”.
Universitas Diponegoro : Semarang.

Hnz11. 2009. Pemanis buatan (part 2): Sorbitol.

http://hnz11.wordpress.com/tag/sorbitol/ diakses pada 18 Nopember 2012 pukul 20.10 WITA.

 

Imam, R.H; Kusuma, R dan Surjawan, I. 2012. Mengenal Jenis Pemanis.

http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55773

diakses pada 18 Nopember 2012 pukul 21.00 WITA.

 

Soesilo, D; Santoso, E.D dan Diyatri, I. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies. Majalah Kedokteran Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 25–28.

Utama, Y.D; Rahayu, R; Nurhayati, W dan Yuliandri, F. 2011. Sorbitol. Universitas Diponegoro : Semarang