Senin, 14 Oktober 2013

Laporan Tekn. Flavor & Food Additive - Ekstraksi Pektin



BAB I
PENDAHULUAN

a.        Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan zat pengental di industri pangan semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan makanan yang semakin tinggi dan bervariasi (BPS, 2000 dalam Fitriani, 2003). Peranan zat pengental sangat penting dalam mempengaruhi tekstur pangan, yang pada akhimya akan berpengaruh pada pemilihan konsumen akan makanan.
Pada saat ini penggunaan pektin cukup luas karena banyak dibutuhkan dalam industri pangan dan industri non pangan. Pektin dengan kadar metoksil tinggi digunakan untuk pembuatan selai dan jeli, kembang gula, pengental minuman dan sirup buah-buahan berkalori rendah dan digunakan juga dalam emulsi-emulsi flavor dan saus salad sebagai penstabil. Pektin dengan kadar metoksil rendah biasanya digunakan untuk pembuatan puding, gel buah dalam es krim dan pada industri kosmetika, plastik, bahan sintesis serta film nitropectin (Glicksman, 1969 dalam Meilina et al, 2011).
Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May, 1990 dalam Hariyati, 2006). Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol (Baker, 1994 dalam Hariyati, 2006). Selain itu, pektin juga dapat membuat lapisan yang sangat baik yaitu sebagai bahan pengisi dalam industri kertas dan tekstil, serta sebagai pengental dalam industri karet (Hariyati, 2006).
Nilai ekonomi yang dimiliki pektin cukup tinggi. Harga eceran tepung pektin berkisar antara Rp. 200.000-Rp. 300.000 per kg. Pada tahun 2001, Indonesia mengimpor pektin sebanyak 14.242 kg dengan nilai sebesar US $ 130.599 (Biro Pusat Statistik, 2001 dalam Hariyati, 2006).
Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan _-1,4 glikosidik. Pektin diperoleh dari dinding sel tumbuhan daratan. Wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Asam pektinat ini bersama gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada pembuatan selai. Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metilasi semakin tinggi suhu pembentukan gel (Satria dan Ahda, 2010).
Jeruk manis (Citrus sinensis. l. Osbeck.) termasuk dalam family Rutaceae, salah satu jenis citrus (Siburian, 2008).  Bahan baku utama yang merupakan sumber pektin untuk produk komersial adalah kulit jeruk dengan kadar pektin sekitar 25% dan ampas dari pengolahan sari buah apel dengan kadar pektin 15-18% (Meilina et al, 2011).


b.        Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara ekstraksi pektin dari kulit jeruk.










BAB II
METODOLOGI

a.      Alat dan Bahan
alat yang digunkan dalam praktikum ini meliputi pisau, neraca analitik, blender,  alat penyaring, gelas beaker, erlenmeyer, corong dan oven.
bahan yang digunakan untuk diekstraksi pektinnya adalah kulit jeruk sebanyak 30 gram.

b.      Metode Kerja
·         Persiapan
dicuci kulit jeruk hingga bersih
 
­


 









·         Ekstraksi Pektin








 

















·        
disiapkan alkohol asam
 
pengendapan pektin


 






·        
ditambahkan pektin masam dengan alkohol sebanyak 1,5 kali volumenya
 
pencucian pektin masam



 





·        
dikeringkan rendemen pektin pada suhu 40-60oC selama 6-10 jam
 
pengeringan



 



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

a.      Hasil
Hasil rendemen pektin kulit jeruk :
Rendemen pektin        =   x 100 %
Rendemen pektin        =   x 100 %
Rendemen pektin        = 5.38933 %

            
            
            
            


            

b.      Pembahasan
Menurut Esti (2001) dalam Rachmawati (2009), pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Struktur asam pektinat atau pektin dapat dilihat sebagai berikut :


Gambar.2.4 Struktur Pektin (Anonima  (2008) dalam Rachmawati, 2009)

Proses ekstraksi  pektin diawali dengan perlakuan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan yang dimaksudkan untuk memperluas area kontak bahan dengan pelarut-pelarut yang akan digunakan pada proses selanjutnya.
Kondisi ekstraksi pektin berpengaruh terhadap karakteristik pektin (Kacem, et al. (2008) dalam Budiyanto dan Yulianingsih (2008) dan sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard et al., (1991) dalam Budiyanto dan Yulianingsih (2008). oleh karena itu maka perlu dilakukan pemantauan selama berlangsungnya beberapa proses dengan waktu perlakuan yang cukup lama, misalnya hidrolisis dan pemekatan. Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin. Suhu yang agak tinggi   akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah (Towle dan Christensen, 1973 dalam Budiyanto dan Yulianingsih (2008). dari praktikum  yang dilaksanakan dengan menggunakan bahan kulit jeruk sebanyak 30 gram didapatkan hasil akhir pektin sebanyak 1,6168 gram. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Smith dan Bryant, 1968 dalam Budiyanto dan Yulianingsih (2008).












BAB IV
KESIMPULAN


dari praktikum yang telah dilaksankan dapat disimpulkan bahwa ekstraksi pektin dari kulit jeruk  sangat dipengaruhi oleh lama proses hidrolisis dan tingkat suhu yang digunakan dalam proses. dari 30 gam bahan kulit jeruk dapat dihasilkan 1,6168 gram pektin.














  









DAFTAR PUSTAKA


Budiyanto, A  and Yulianingsih. 2007. Effect of temperature and time of extraction on characters of pektin extracted from Siam Citrus (Citrus nobilis L) pulp. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 12 A Bogor.

Fitriani, V. 2003. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DAR! KULIT JERUK LEMON (Citrus medica var Lemon). IPB : Bogor.

Hariyati, M R. 2006. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI LIMBAH PROSES PENGOLAHAN JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var microcarpa). IPB: Bogor.

Meilina, H; Alam, P H dan  Mulyati, S. 2011. KARAKTERISASI EDIBLE COATING DARI PEKTIN KULIT JERUK NIPIS SEBAGAI BAHAN PELAPIS BUAH-BUAHAN (Edible Coating Characterization of Skin Lime Pectin as Fruits Coating Material).  Jurnal Hasil Penelitian  industri Volume 24, No. 1, April 2011.
                                              
Satria, H B dan Ahda, Y. 2010. PENGOLAHAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI PEKTIN DENGAN METODE EKSTRAKSI. UNDIP : Semarang.

Rachmawati, A K. 2009.  Ekstraksi Dan Karakterisasi Pektin Cincau Hijau (Premna Oblongifolia. Merr) Untuk Pembuatan Edible Film. UNSEMAR : Surakata.

Siburian, R. 20088. Isolasi dan Identifikasi Komponen Utama Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis L.) Asal Timor, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Natur Indonesia 11(1), Oktober 2008: 8-13 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 55/DIKTI/Kep./2005.

Laporan Tekn. Flavor & food additive - flavor enhancer



BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Makanan diperlukan manusia untuk keberlangsungan hidup. Masalah makanan atau biasa disebut pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting, selain papan, sandang, pendidikan, dan kesehatan (Andrianto, 2008 dalam Savitri, 2009). Konsumsi pangan yang mengandung cukup energi dan zat gizi yang dibutuhkan tubuh akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Almatsier, 2002 dalamSavitri 2009).                                             
     Dalam makanan sering kali mengharapkan citarasa atau flavor yang enak. Flavor atau citarasa merupakan kombinasi dari rasa, sentuhan, bau dan perasaan pada sel reseptor di lapisan mukosa dalam dinding mulut dan hidung.  Oleh karena itu pada makanan sering ditambahkan bahan penyedap. Namun, sebenarnya penyedap yang sebenarnya tidak menyedapkaan citarasa makanan dalam arti membuat makanan yang tidak enak menjadi enak. Yang dilakukan penyedap yang sebenarnya adalah meningkatkan atau menguatkan citarasa yang sudah ada dalam makanan itu. Oleh karena itu dalam industri makanan, penyedap sering disebut penguat citarasa (Faturochman, 2012).               
  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan  RI  No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, Penyedap rasa dan aroma, Penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma (andre_bbc4088, 2012).                                                       
   Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental (menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dalam Sulastri et al, 2012).                                                                                
  Penggunaan BTP ini diatur oleh perundang-undangan, oleh karena itu perlu dipilih secara benar jika akan digunakan dalam pangan. Bahan Tambahan Pangan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia dilarang digunakan dalam pangan (Sulastri et al,2012).                                                                        Penyedap sendiri merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa dan aroma dapat digolongkan sebgai bahan alami dan sintestik. Beberapa yang termasuk penyedap atau penguat rasa adalah 5’-nukleotida, maltol, Dioctyl sodium sulfasuccinate, N,N’-di-o-tolyethylenediamine dan cyclamic acid serta MSG. Penyedap ini biasanya ditambahkan pada permen, minuman, makanan ringan serta biskuit dan kue. Penyedap biasanya diperdagangkan dalam bentuk campuran.
Salah satu penyedap makanan yang banyak dikenal masyarakat adalah MSG atau Monosodium Glutamat. MSG berbentuk kristal putih dan kaya akan glutamat. Banyak digunakan sebagai bumbu masakan. Namun sebenarnya MSG tidak mempunyai rasa, tapi mempunyai fungsi sebagai penegas rasa (flavor enhancer). Jadi sebenarnya MSG hanya untuk menyenangkan lidah dan otak kita untuk kelezatan makanan.

b.      Tujuan Praktikum
tujuan praktikum ini adalah  untuk membandingkan rasa, aroma dan after taste pengunaan flavor enhancer alami dan sintetik.






BAB II
METODOLOGI

a.      Alat dan Bahan
alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat-alat gelas, neraca analitik, sendok, kompor,pisau dan panci.
Bahan  yang digunakan meliputi, jeruk siam, jeruk nipis, pandan, kopi bubuk, sitrun sir, kopi instant, bawang putih, gula, daging segar, garam, masako,magi, vetsin, essence jeruk dan jeruk nipis, essence pandan dan essence kopi.
b.      Metode kerja
-          jeruk


 









-          pandan








 










-          kopi


 









-          kaldu daging


 











BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.      Hasil
1.      Jeruk
Sampel
Rasa
Aroma
Aftertaste
Sari jeruk siam
Asam
Jeruk, menyengat
Tidak ada
Sari jeruk nipis
Sangat asam, pahit
Jeruk, sangat menyengat
Tidak ada
Larutan sitrun sir 0.5 % + gula 10 %
Sedikit asam
Tidak ada
Tidak ada
Larutan essence jeruk
manis
Jeruk sunkis, kurang menyengat
Tidak ada

2.      Pandan
Sampel
Rasa
Aroma
Aftertaste
Larutan pandan asli
Pahit
Aroma daun, tidak tajam
Tidak ada
Larutan essence  pandan
Pahit
Aroma pandan sangat tajam
Tidak ada

3.      Kopi
Sampel
Rasa
Aroma
Aftertaste
Larutan kopi bubuk
Manis, pahit
Aroma kopi, tajam
Tidak ada
Larutan kopi instan
hambar
Aroma kopi kurang tajam
Tidak ada

4.      Kaldu Daging

Sampel
Rasa
Aroma
Aftertaste
Larutan kaldu daging
Daging, gurih
Daging  kurang menyengat
Tidak ada
Larutan kaldu daging +
0.1 % vetsin
Sangat gurih
Daging  kurang menyengat
Tidak ada
Larutan vetsin
1 %
Gurih
Tidak ada
Sedikit pahit
Larutan masako
1 %
Sedikit gurih
Tidak ada
Sedikit pahit
Larutan magi
1 %
Daging, gurih
Tidak ada
Sedikit pahit
                    
b.      pembahasan
Penguat rasa adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk menguatkan rasa atau cita rasanya (Sugita, 2002 dalam sibarani, 2007). Beberapa bahan yang paling sering digunakan sebagai penguat rasa meliputi monosodium L-glutamat (MSG), 5‘-inosinat monofosfat (IMP), dan 5‘-guanilat monofosfat (GMP) (Sibarani, 2007).
Praktikum mengenai flavor enhancer ini dilakukan dengan menggunaan praktikan sebagai panelis yang menilai bagaimana aroma serta citarasa yang dihasilkan dari beberapa sampel yang diujikan. pada tiap jenis sampel selalu terdapat perlakuan bahan alami, flavor enhancer dan flavor sintetik dari bahan alami tersebut.
Bahan alami seperti misalnya jeruk siam yang diperas kurang memiliki aroma yang nampak apabila dibandingkan dengan perasan jeruk nipis dan larutan essence jeruk. Buah jeruk  nipis dan jeruk siam sama-sama memiliki after taste getir sedangkan essencejruk memiliki aroma manis yang kuat dan tidak terdapat after taste pahit pada larutan essence jeruk.
Pada sampel pandan, flavor pandan memilki aroma, warna serta rasa yang melebihi ekstrak pandan yang direbus. sedangkan pada sampel kopi, bahan yang digunakan adalah kopi bubuk instan hitam dan kopi bubuk instan yang bercampur krimer, jadi tidak terlalu berbeda jauh rasanya. Sampel kaldu daging yang direbus tanpa diberikan tambahan MSG memiliki rasa dan aroma yang kurang kuat dibanding yang diberikan tambahan MSG. MSG yang dilarutkan dalam air tanpa tambahan apapun memiliki citarasa gurih yang tidak terlalu menyenangkan. sedangkan magi dan masako yang dilarutkan dalam air memiliki aroma yang lebih kuat dibanding kaldu daging yang diberi MSG, adakedua sampel ini dapat dirasakan adanya dominasi rasa gurih yang menandakan bahwa magi dan masako memiliki komposisi flavor enhance yang tinggi.
Sibarani (2007) menyatakan bahwa Penguat rasa tersebut sebenarnya tidak mempunyai rasa sama sekali, namun apabila ia digabungkan dengan rasa yang lain, maka ia akan memperkuat rasa tersebut.
 












BAB IV
KESIMPULAN

Flavor enhancer merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan dalam konsentrasi yang sedikit drngan tujuan memperkuat citarasa yang sudah ada pada bahan makanan secara alami. favor enhancer tidak dapat berdiri sendiri, karena flavor enhancer tidak menghasilkan rasa/ flavor, hanya menghasilkan rasa gurih saja.



















TINJAUAN PUSTAKA
                                
Faturochman, R. 2012. Paper Kimia Pangan. UNSOED

Savitri, R. 2009. Skripsi : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Yang Mengandung Pewarna Sintetik Pada Siswa Kelas VIII Dan IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI 1 Dan Smp YMJ Ciputat Tahun 2009. UIM: Jakarta.

Sibarani, HH. 2007. Skripsi : Proses Perancangan Sistem Pemeriksaan Mutu Organoleptik  Produk Bumbu Pelezat Serbaguna Selama Proses Produksi   Di Pt. Unilever Indonesia, Tbk., Cikarang. IPB : Bogor.
Sulastri, A; Fatmawati, F; Pusparini, F; Suranto dan Sopian,Y. 2012. Makalah Bahan Tambahan Pangan. Politeknik Negri Jember : Jember.