BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Salah satu produk
pangan fungsional yang populer adalah VCO (Virgin coconut oil). VCO merupakan
minyak yang diproses tanpa pemanasan dari daging buah kelapa segar. Berbeda
dengan minyak yang diolah dari kopra (Copra oil/CO), VCO lebih diperuntukkan
untuk dikonsumsi sebagai nutraceutical. Alasan VCO memiliki peran yang superior
dibandingkan CO adalah pada perbedaan metode ekstraksinya. Metode ekstraksi VCO
tidak menggunakan bahan kimia dan perlakuan panas, sehingga komponen-komponen
aktif seperti vitamin dan polifenol dapat dipertahankan (Nevin dan Rajamohan,
2004 dalam Fatimah dan Randengan, 2011).
VCO merupakan
minyak kelapa murni yang terbuat dari daging kelapa segar yang diolah dalam
suhu rendah atau tanpa pemanasan, sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap
dapat dipertahankan. Komponen utama dari VCO sekitar 92 persen adalah asam
lemak jenuh, diantaranya asam laurat (48,74%), asam miristat (16,31%), asam
kaprilat (10,91%), asam kaprat(8,10%) dan asam kaproat (1,25%).
(healtyCo.com,2005 dalam Susilowati,2009).
Walaupun VCO sudah
diketahui perannya untuk kesehatan, namun rasa minyak dan sedikit asam dari VCO
menyebabkan cita rasa VCO kurang disukai konsumen (Villarino et al.,
2007 dalam Fatimah dan Randengan, 2011). Oleh karena itu, perlu pengolahan VCO
menjadi produk olahan yang dapat meningkatkan cita rasa, tanpa mengurangi peran fungsionalnya.
Salah satu upaya tersebut adalah pengolahan VCO dalam bentuk emulsi (emulsi VCO)
bercita rasa buah supaya lebih diterima konsumen.
Emulsi
adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling
sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini
biasanya distabilkan dengan emuulgator (tim asisten, 2008 dalam Partang, 2008).
Emulsi merupakan jenis koloid dengan
fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair,
ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur,
biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil,
butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator )
yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi
(emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang
stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain.
Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan
emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana
terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat
seperti putih telur (Anief, 2000
dalam Barnabas et al,209).
b.
Tujuan Praktikm
praktikum ini
bertujuan untukmengetahui proses pembuatan minuman emusi berbasis VCO dengan flavor
buah dengan kajian beberapa pengaruh food additive yaitu emulsifier, asidulan
dan antioksidan.
BAB II
METODOLOGI
a.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi beaker
gelas, gelas plastik, sendok, mixer atau blender dan botol plastik.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi VCO, sari
buah, kunng telur, CMC, agar-agar, vitamin C, aam sitrat dan air mineral.
b.
Cara Kerja
![]() |

HASIL
DAN PEMBAHASAN
a.
Hasil
1.
Hasil
Uji Emulsifier
Formulasi
1 (sari buah)
|
||||
VCO
|
Sari
buah
|
Air
mineral
|
emulsifier
|
Hasil
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
CMC 1 %
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Kuning telur 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
Formulasi
2 (sari temulawak)
|
||||
VCO
|
Sari
temulawak
|
Air
mineral
|
emulsifier
|
Hasil
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
CMC 1 %
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Kuning telur 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
2.
Hasil
uji asidulan/antioksidan
Formulasi
1 (sari buah)
|
|||||
VCO
|
Sari
buah
|
Air
mineral
|
emulsifier
|
Asidulan/
antioksidan
|
Hasil
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
0
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
Asam sitrat 0.2%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
Vitamin C 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
Formulasi
2 (sari temulawak)
|
|||||
VCO
|
Sari
temulawak
|
Air
mineral
|
emulsifier
|
Asidulan/
antioksidan
|
Hasil
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
0
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
Asam sitrat 0.2%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
20 ml
|
30 ml
|
50 ml
|
Agar-agar 0.2 %
|
Vitamin C 1%
|
Emulsi pecah kurang dari 24 jam
|
Tabel
Gambar Hasil Emulsi
Formulasi
|
Gambar
|
Emulsifier sari buah jambu
|
![]() |
Asidulan/antioksidan sari buah jambu
|
![]() |
Emulsifier sari temulawak
|
![]() |
Asidulan/antioksidan sari temulawak
|
![]() |
b.
pembahasan
VCO
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga baik dikonsumsi,akan tetapi
karena rasanya agak asam maka kurang diminati oleh konsumen.
sehingga seperti yang diungkapkan oleh Fatimah
dan Gugule (2011) Salah satu cara meningkatkan penerimaan konsumen terhadap VCO
adalah dengan mengolah VCO menjadi produk pangan lain, misalnya minuman emulsi.
Hapsari
dan Welasih (2010) menyatakan bahwa Virgin Coconut Oil (VCO) juga memiliki
sejumlah sifat fisik yang menguntungkan. Di antaranya, memiliki kestabilan
secara kimia. Sehingga dapat digunakan sebagai sebagai bahan untuk pembuatan
minuman emulsi yang stabil.
emulsi biasanya
terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis
emulsi, yaitu :
- Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak
terdispersi di dalam fasa air.
- Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi
di dalam fasa minyak.
Dalam pembuatan
suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. pada praktikum ini digunakan kuning telur, CMC dan
agar-agar sebagai emulgator. kestabilan emulsi sangat mudah sekali terpecah
karena pengaruh jenis dan konsentrasi emulgator yang sangat kecil sehingga
tidak terlalu berpengaruh sebagai mediasi pada campuran formula yang dimixing,
emulsi yang dihasilkan pada praktikum ini rata-rata hanya mampu bertahan kurang
dari 24 jam. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi
cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah
disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator
yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi
tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik,
bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik
dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.
dari praktikum yang
dilaksanakan dapat diketahui bahwa emulsi
dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor
suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan
dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk
krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna
pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat (Nuranimahabah,2009 dalam Barnabas et
al,209).
BAB IV
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil
kesimpulan bahwa suatu emulsi antara air dan minyak aka tercampur menjadi satu
denganbantuan pengemulsi yang bersifat hidrofilik dan lipofilik sehingga dapat menjadi
mediasi antara 2 larutan dengan fase berbeda tersebut. emulsi yang dihasilkan
pada praktikum mudah terpisah karena pengemulsi yang digunakan konsentrasinya
rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Barnabas, RY; Syafrudin, IA dan Pranindhana, I. 2009. Makalah Emulsi. UPN Veteran :
Yogyakarta.
Fatimah, F dan Gugule, S. 2011. KUALITAS EMULSI
SALAD DRESSING BERBAHAN DASAR VIRGIN COCONUT OIL. AGRITECH, Vol. 31, No. 2, Mei 2011.
Fatimah, F dan Rindengan, B. 2011. PENGARUH DIET EMULSI VIRGIN
COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL LIPID TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus). Jurnal Littri 17(1),
Maret 2011. Hlm. 18 – 24 ISSN 0853-8212
Hapsari, N dan Welasih, T. 2010. PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DENGAN
METODE SENTRIFUGASI. UPN Veteran : Surabaya.
Partang, MA. 2008. Laporan
Praktikum Emulsifikasi. Universitas Hasanuddin : Makassar.
Susilowati. 2009. PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN METODE
PENGGARAMAN. Jurnal Teknik
Kimia Vol.3, No.2, April 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar